Ticker

6/recent/ticker-posts

Ad Code

Politik Itu Bukan Kotor, Tapi Kadang Dikerjakan dengan Tangan Kotor | Catatan Aksara



Catatanaksara.my.id - Ada satu kalimat yang sering kita dengar sejak lama: “Jangan ikut politik, nanti kamu jadi kotor.”
Kalimat itu begitu populer, sampai banyak orang tumbuh besar dengan anggapan bahwa politik adalah lumpur yang sebaiknya dihindari. Tapi benarkah begitu?

Kalau kita mau jujur, politik itu sendiri tidak pernah kotor. Yang membuatnya tampak kotor adalah cara sebagian orang memperlakukan kekuasaan. Politik, pada dasarnya, hanyalah alat — sarana untuk mengatur, memperjuangkan, dan menyeimbangkan kepentingan masyarakat. Tapi ketika alat itu jatuh ke tangan yang salah, ia bisa berubah jadi senjata yang melukai banyak orang.

Politik Itu Netral, Manusia yang Tidak Selalu Begitu

Bayangkan pisau dapur. Di tangan koki, pisau itu menghasilkan hidangan lezat. Tapi di tangan penjahat, ia bisa menimbulkan bahaya. Begitu pula politik. Ia netral. Yang memberi warna adalah siapa yang memegangnya.

Sering kali kita lupa, politik bukan cuma soal kursi kekuasaan, tetapi juga tentang keputusan kecil yang menentukan arah hidup banyak orang.
Ketika kita bicara soal harga beras, upah kerja, kebebasan berpendapat, atau bahkan jalan rusak di depan rumah — semuanya adalah hasil dari kebijakan politik. Jadi, menjauh dari politik bukan berarti kita bersih; kadang malah berarti kita menyerahkan masa depan pada mereka yang tak peduli kebersihan.

Kita Butuh Orang Baik di Dalam Sistem, Bukan di Luar Saja

Banyak orang baik memilih diam, karena merasa politik terlalu kotor untuk disentuh. Padahal justru karena itu kotor, maka harus ada yang mau membersihkan.
Kalau semua orang jujur dan idealis memilih menjauh, siapa yang akan memastikan kebijakan berpihak pada rakyat? Siapa yang akan mengingatkan kalau kekuasaan mulai lupa diri?

Politik tidak akan berubah hanya dengan kritik dari luar. Ia berubah ketika orang-orang berintegritas berani masuk dan menyalakan lampu di ruang yang gelap.

Tangan yang Kotor Bisa Dicuci, Tapi Niat yang Busuk Sulit Disembuhkan

Masalah utama politik bukan pada debu di jalan, tapi pada niat di dada.
Tangan yang kotor bisa dicuci dengan kejujuran, tapi niat yang busuk akan tetap berbau meski dibungkus dengan jabatan.
Ada orang yang tampak bersih, tapi sebenarnya sedang bermain licik. Ada pula yang terjun ke lumpur, tapi melangkah dengan niat baik untuk membantu orang lain.

Yang kita butuhkan bukan hanya pemimpin yang pandai berbicara, tapi mereka yang berani berbuat.
Bukan hanya yang bersih di luar, tapi juga jujur di dalam.

Menjadi Pemilih yang Melek dan Peduli

Menjaga politik tetap sehat bukan tugas politisi saja.
Kita semua punya peran — lewat suara, kritik, dan kesadaran.
Jangan lagi memilih karena uang, poster, atau janji manis yang dibungkus senyum palsu.
Pilih karena nilai, karena rekam jejak, karena harapan bahwa satu keputusan kecil bisa berdampak besar.

Ketika rakyat cerdas, politikus nakal kehilangan panggungnya.
Dan ketika yang baik berani tampil, yang kotor tak lagi leluasa bermain di balik layar.

Penutup: Politik Adalah Cermin Kita Sendiri

Pada akhirnya, politik adalah refleksi dari masyarakatnya.
Jika banyak yang curang, mungkin karena kejujuran belum kita jadikan budaya.
Jika banyak yang korup, mungkin karena kita masih sering menutup mata terhadap yang salah.

Politik itu tidak kotor, Adi yakin itu.
Yang kotor adalah cara sebagian orang memainkannya.
Dan seperti lumpur di jalan — tidak perlu kita hindari, cukup kita bersihkan, lalu kita berjalan lebih hati-hati.

Karena politik seharusnya bukan tempat mencari untung, tapi ladang untuk menanam kebaikan yang berbuah bagi banyak orang.

Oleh: Adi Raharjo

Posting Komentar

0 Komentar

Ad Home